Nostalgia : Kuliner Kampus Putih Biru 2002 hingga 2007


Malam ini ingatan saya melayang pada kampus putih biru, tempat saya menuntut ilmu dan menyelesaikan 4,5 tahun kuliah S1 saya. Gara-garanya, saya melihat postingan seorang sahabat di blognya terkait kekangenannya akan suasana kampus dulu saat kami sama-sama berjuang disana.

Saat ini saya hanya ingin mengingat makanan yang sering saya makan di kampus dulu. Saya hendak berwisata kuliner ala 4 hingga 9 tahun yang lalu.

Pertama, labirin saya memasuki ruang kantin yang berada bersebelahan dengan asrama putri (Gedung F). Sebuah tempat dimana saya menghabiskan 3 tahun masa kuliah saya di STT Telkom (sekarang IT Telkom) Bandung. Krengsengan yang dimasak oleh ibu di warung Surabaya, tak terlupakan rasanya. Nyummy. Belum lagi tempe bacem dan sayur bayam yang dimasak oleh si ibu Jawa yang berjualan di tengah kantin (lupa nama si ibu euy). Sebuah paduan rasa dan bumbu yang sangat mengena di lidah. Lalu saya juga tak akan melupakan mantapnya lontong kare buatan Teteh di warung Sunda. Mak nyuss pokoknya.

Membeli makanan di dalam kantin kampus memang merogoh kocek agak lebih dalam daripada saat kita membeli makanan di luar kampus. Nah… Demi mengerjar selisih harga yang lumayan itu, labirin memori saya menuju ke nasi kuning yang ada di depan MSU (Masjid Syamsul ‘Ulum). Warung itu hanya buka pagi hari. Shubuh bahkan. Pernah saya membeli nasi kuning pukul 07.30 sudah habis tak bersisa. Nasi kuning di sana sangat saya rekomendasikan untuk menjadi menu sarapan. Rasanya enak dan mantaaaaaaaaaaaap. Nendang banget deh. Denger-denger, sekarang sudah gak ada lagi yang berjualan nasi kuning depan MSU.

Berikutnya, masakan Padang yang juga berlokasi di depan MSU. Rumah makan ini memiliki cita rasa yang pas sekali. Paling tidak, menurut saya. Sesekali membeli sebungkus nasi Padang dengan lauk rendang di awal bulan, bukanlah sebuah rutinitas yang berlebihan. Sambel ijo, kuah rendang, dan sayurannya membuat saya ingin kembali menikmatinya. Top markotop lah.

Agak jauh sedikit dari kampus –mendekati tempat kos saya– ada warung Mang Dun. Super duper murah meriah. Porsi nasi yang saya ambil di Mang Dun, kadang tak diberi harga olehnya. “Gratis ajha lah, Neng,” begitu katanya. Tapi saya tetap harus membayar lauknya. Dan sebagai bentuk terima kasih saya karena dia telah menggratiskan harga nasi untuk saya, saya tambah pembelian dengan meminta sebungkus es jus. Itu saya lakukan jika ada sedikit uang berlebih. Kalau tidak, ya… saya beli seadanya uang saya saja.

Masuk lagi ke dalam Gang itu, ada warung Bu Wardho. Tempat saya biasa mangkal kalo bener-bener lagi tongpes (kantong kempes). Gudheg buatannya rasanya tiada tara. Tambah lagi perkedel jagungnya. Bikin ngiler deh. Saya kangen dengan pindang buatannya yang dibumbu pedas itu. Soal sambal, Bu Wardho jagonya. Sambal buatannyan nendang abis. Mantaaaaaaaaap.

Di ujung gang, ada warung lagi yang masakannya juga tak kalah mantap. Saya biasa mengambil (dan tentu saja membayarnya) sayur manisah yang diberi kuah santan tidak kental. Lumayan, bagi lidah mahasiswa yang tak berpenghasilan seperti saya waktu itu.

Di malam hari, kuliner sekitar kampus tak kalah serunya. Ada penjual mie dan nasi goreng Jawa (padahal penjualnya bersuku Sunda) keliling. Cara jualannya unik, dipikul. Dan cara memasak masakannya pun tidak menggunakan kompor melainkan menggunakan anglo yang berisi arang. Saya sering membeli mie kuah saat saya berkunjung ke kosan teman (atau sengaja berkunjung kesana demi menikmati mie kuah) dimana si Mang biasa menawarkan dagangannya. Maklum saja, kosan saya jauh dari peradaban. Masuk ke gang-gang tikus. Sempit sekali jalannya.

Di malam hari, masih di gang yang sama dengan warung Mang Dun dan Bu Wardho, ada warung yang berjualan ayam goreng. Daging ayam sebelumnya sudah diberi bumbu (diukep). Saat kita memesan, daging ayam barulah digoreng. Selain daging ayam, penjual juga menyediakan usus, jeroan, ceker, dan tahu tempe yang juga dibumbu kuning (diukep).

Agak jauh (naik angkot ke arah Dayeuhkolot) ada sebuah warung mie yang membuat saya tergila-gila untuk makan di sana terus. Sewaktu hamil, saya sering makan di sana. Alih-alih ngidam, padahal siy ya doyan. Hehehe. Saya lupa apa nama makanannya. Ingatan yang parah.

Lebih jauh lagi (naik angkot ke arah Pasar Gordon) juga ada warung Bakso Solo yang juga kerap saya datangi. Warungnya kecil, terlihat kumuh karena berada di sekitar pasar. Tapi menurut saya, hanya warung itu yang rasa bakso dan kuahnya pas betul dengan lidah Surabaya saya.

Selain itu, ada jajanan yang sesekali saya beli saat saya ngampus dulu. Cimol Buah Batu. Penganan murah meriah ini, saya beli di depan McD Buah Batu. Cukup jauh dari kampus. Saya beli kalau saya sedang berbelanja di toserba sebelah McD itu. Masih ada gak, ya penjual cimol disana, sekarang???

Penganan terakhir yang juga meggoda lidah saya untuk selalu ingin menikmatinya adalah lumpia basah yang dijual saat pasar kaget di hari Ahad. Dari beberapa penjual lumpia basah di Bandung yang pernah saya cicipi, hanya lumpia basah di kampus yang rasanya paling pas. Si Mang pintar meracik bumbu. Sayangnya, saya hanya bisa menikmatinya di Ahad pagi saja, itu pun kalau si Mang jualan. Dan saking mantapnya racikan bumbu lumpia ini, kami –para pembeli– harus berjuang dengan sabar untuk mengantri dengan peminat yang cukup banyak. Kalah deh, peminat ajang pencari bakat Indonesia Idol. Hehe.

Wel… Cukup untuk malam ini. Bernostalgia dengan kuliner kampus di tahun 2002 hingga 2007 –saat saya lulus dari sana– cukup membuat perut saya lapar lagi.

Kangen Bandung, euy

***
Gubug Jingga Di Dalam Hujan
Semarang, 02 November 2011
01:01
Dengan ingatan yang tersisa dan perut mulai lapar

14 tanggapan untuk “Nostalgia : Kuliner Kampus Putih Biru 2002 hingga 2007

  1. mmmm sekarang ITT udah berubah…
    sudah ga ada pagar besi di gedung A & B, udah ada tempat belajar di bawah rindangan pohon, mading udah ga di dalem gedung A & B. Kosan (ato apartement Kos) udah mulai banyak, ambil lahan sana sini (danau SKB udah brubah jadi kosan). Danaunya pindah k belakang Poltek (namanya danau GALAU). Yang pasti tambah muahaaaaaaaal baik makanan apalagi kos2an
    T_T

    Suka

    1. Semoga bisa menikmati IT Telkom lagi nanti… Meski dengan kondisi yang berbeda dengan dahulu… Temenin aku, ya Ris…

      Suka

  2. kirain Rino ke Bandung nggak bilang2… V^__^
    tambah banyak yang jual makanan sekarang no, mahasiswa nya juga tambah banyak, tambah puyeng juga ngeliat kelakuannya… ^__^

    Suka

    1. Waaaaaaaaaaaah…. Ada yang kangen ma aku niy…. ^__^

      Ntar kalo ke Bandung, pasti aku kabari deh….

      Suka

  3. Klo dd, tulang ayam lunak sama jus melon di kantin. Nasi kuning dan es krim depan msu. Lumpia basah di psr kaget. Sama kantin biru dengan menu yg selalu sama, ayam goreng perkedel jagung plus es kocok nya………itu aja yg sering dd beli selama ngampus dulu……..^.^

    Suka

    1. ATL… selama ngampus cuma beli doank, saya…
      warug biru itu dimana siy??? Koq bisa amnesia gini… 😀

      Suka

  4. Koreksi dikit, yg pasar namanya Kordon 🙂
    BTW, di Dakol, favoritku mie jawa depan BCA, yg jualan orang Klaten.
    Kalau dulu selama kos di Adhyaksa, ada ayam goreng di pertigaan dekat (bekas) kiosphone, di dekatnya ada nasi kuning utk sarapan, di timur lapangan ada nasgor nyummy, ke utara lagi ada warung prasmanan yg terletak di garasi (gak apal namanya, tapi de dapan kosku di AR-12), dan diujung tikungan ada Toya Jene ibu2 dari Banyumas.
    Pff… 10 tahun hampir terlampaui…

    Suka

    1. Terima kasih koreksinya…
      Wah… Saya gak pernah main ke Adhyaksa, Pak Ody. Tapi saya suka beli sate yang di pos kamling depan lapangan…

      Suka

Monggo bagi yang ingin menambahkan komentar