[Diary Ibu Tiri] ReSign


image

Bulan Agustus lalu adalah bulan terakhir saya mengajar di SMPIT Insan Kamil (untuk kali kedua). Saya putuskan untuk keluar karena salah satu anak tiri saya tidak mau bersekolah. Daripada saya kepikiran dia terus ketika saya mengajar, mending saya resign dan bekerja di rumah sambil mengawasi gerak geriknya.

Saya ngeri juga dengan pergaulan remaja saat ini. Secara, si sulung baru saja menginjak 7 tahun ketiga, alias masa dimana pubertas berlangsung. Tanpa pengawasan ortu, anak bisa ‘kemana2’. Nah, karena saya tak menginginkan hal itu terjadi padanya, maka saya mengundurkan diri daribsekolah tempat saya mengajar, sebuah keputusan yang “tidak tanggung2”.

Yup… Saya memilih (lagi) untuk total menjadi ibu bagi anak2 suami dan anak kandung saya sendiri. Mengantar jemput mereka setiap hari, pagi, siang, dan sore hari. Mengajari mereka mengaji, menghafal ayat demi ayat juz 30, dan mengajari pelajaran-pelajaran di sekolah lainnya. Menikmati teriknya matahari siang yang menyengat kulit punggung tangan saat menjemput si bungsu, memeganginya supaya tak terjatuh karena mengantuk, atau malah mengajaknya becanda sepanjang perjalanan. Mengajak si sulung berdiskusi tentang kekalahan Chelsea, klub sepakbola kesayangannya. Atau mengajak anak kedua menikmati kegiatan outdoor yang pernah saya lakukan sebelumnya.

Ya… Saya memilih melepaskan seragam dan sepatu, lalu berganti dengan sendal jepit dan pakaian sehari-hari demi anak-anak yang dititipkan Allah kepada saya.

Terlebih, saya harus melepaskan gaji yang saya terima setiap bulan yang biasanya saya pergunakan untuk keperluan saya pribadi.

Berat memang… Karena “saya tidak bisa” menjadi perempuan tak berpenghasilan. Tapi tak mengapalah, toh ke salon kecantikan tak membuat saya mendapat ridho dari Allah. Toh, makan makanan kesukaan saya tak membuat anak-anak dekat dengan saya. Toh, beli baju dengan uang pribadi saya tak membuat saya bertahtakan mahkota di surga kelak. Anak adalah aset terbesar yang saya miliki saat ini. Jadi, menjaga mereka jauh lebih penting daripada hal lainnya.

Dan… Inilah saya sekarang. Jadi ibu rumah tangga biasa sambil usaha kecil-kecilan di rumah. Berangkat ngantar anak, bawa dagangan lalu dititipkan ke sekolah-sekolah. Sampai ruma bisa istirahat sebentar. Sore hari saat jemput, mengambil sisa dagangan dan uang hasil penjualan. Malam hari mengajari dan becanda dengan mereka tanpa kelelahan yang terlalu mendera. Begitu setiap harinya.

Gak bosan…? Gak kangen ngajar…? Enak mana ngajar atau jadi ibu rumah tangga…?

Saya gak bosan, dan insya Allah gak akan pernah bosan. Toh… Saya tetap mengajar setiap hari. Mengajar anak-anak saya di rumah dengan jenjang pendidikan yang berbeda. Hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Dan jangan coba tanyakan ‘enakan mana’… Sebab bagi saya jadi apapun kita, bukan untuk diperbandingkan… Tapi untuk dijalani dan dinikmati.

Dan yang pasti, alhamdulillaah… Saya tetap bisa berpenghasilan…

Gambar dari sini

Monggo bagi yang ingin menambahkan komentar