Papaku Menangis


Entah, berapa kali lelaki yang kusebut ‘papaku’ itu menangis karena aku. Sepanjang sepengetahuanku hingga kemarin, papaku menitikkan air matanya didepanku sebanyak 4 kali.

Pertama, aku melihat papaku menangis saat meninggalkanku setelah registrasi mahasiswa baru di STT Telkom Bandung, tahun 2002 lalu. Saat itu, aku berpesan pada papa, “Jangan jahat-jahat sama mama.” Seketika itu juga papaku menitikkan air matanya di depanku. Aku pun terharu lalu memeluknya.

Kedua, saat aku memutuskan untuk berhenti menjadi abdi negara dengan alasan idealis yang kupegang. Papa menitikkan air mata sambil berujar, “Semoga Allah melindungiku, menjagaku, dan meneguhkan pendirianku tanpa penyesalan yang datang di kemudian hari.”

Ketiga, papaku menangis saat kuceritakan rumah tangga ku sebelumnya. Saat terakhir dimana aku memutuskan untuk tak dapat melanjutkan perjalanan bersamanya, demi anakku. Bukan soal perceraian yang ditangisinya, tapi soal bagaimana aku menyimpan ini semua sampai pada titik terakhir itu.

image
Motor dan Rengkek ku

Terakhir, kemarin. Saat aku mengatakan kepada papa, bahwa sekarang setiap pagi aku membawa rengkek untuk membawa es susu daganganku yang kuantar ke sekolah-sekolah. Papa bilang, “Ndisik dadi guru, masio gajine thithik, tapi tetap nduwe jeneng, onok ajine. Saiki… Dodolan susu, nggowo rengkek, nggonceng anak 2, elek, panas2an, diseneni uwong ngalor ngidul. Gak isin. Owalah nduk… Nduk… Aku salut karo perjuanganmu.”

Kalimat itu diucapkannya sambil menitikkan air mata lagi. Aku yang ada di sebelahnya, tak ingin ikut menangis. Kutepuk-tepuk saja pundak orangtuaku satu-satunya itu. Aku katakan, “Dungakno kulo mawon. Supados saged nyenengaken keluargo. Supados istiqomah. Supados minggah kaji kaliyan ibuk.”

“He eh… Wes tak dungakno ben dino,” dengan suara tertahan.

Papa… Maafkan anakmu yang sampai detik ini masih terus membuatmu menangis. Maafkan anakmu yang belum bisa membahagiakanmu. Maafkan anakmu yang masih sering merepotkan dirimu di usia senjamu. Maafkan anakmu yang masih sering mengecewakanmu.

Aku tak bisa berjanji apa-apa… Yang kutahu, aku hanya harus menjadi anak yang sholih dan memiliki keturunan yang sholih juga. Itu saja. Maka, doakan aku agar aku senantiasa memegang teguh ajaran agama ini, apapun dan bagaimanapun kondisiku hari ini dan nanti.

***
..:: LaiQ ::..
Sidoarjo, 02 Februari 2016
10 : 12

Ditulis setelah mengirim 100 cup susu, dan sebelum mulai berproduksi lagi. Doakan aku, kawan…

Note : Laki-laki seharusnya jarang menangis. Jika dia menangis pasti ada hal yang sangat menyentuh hatinya yang paling dalam.

14 tanggapan untuk “Papaku Menangis

Monggo bagi yang ingin menambahkan komentar