Angel si Pendiam


Punya siswa sangat tertutup itu, susah. Kita sebagai guru tidak bisa meraba apa yang sedang terjadi padanya. Apakah dia sedang senang, sedih, atau galau, kita tak mudah menangkap ‘pesan’ itu, dikarenakan ekspresinya yang cenderung datar. Ketika kelas sedang ada diskusi pun, siswa introvert jarang mengungkapkan pendapatnya. Dia lebih sering diam, menerima semua pendapat yang sedang terjadi.

Saat ini, saya punya 2 siswa introvert. Salah satunya, sebut saja Angel. Angel ini, awal masuk sekolah dulu susah sekali diajak komunikasi. Dia tidak akan berkata kalau tidak ditanya. Bahkan pada saat diskusi, teman-temannya bingung apa keinginan Angel.

Nah, sampai pada suatu kesimpulan, harus ada yang mengajaknya berbicara. Maka, diputuskanlah saya yang harus mengajaknya berbicara. Setiap hari, pada saat istirahat dia harus mencari saya sampai ketemu. Dari situ, dia punya kewajiban untuk bertanya pada orang lain dimana saya berada.

Kalau sudah ketemu, maka dialog dimulai. Duluuuuuuuu… Awal-awal dia menghadap saya, dia hanya mengucapkan sepatah dua patah kata. Misalnya, saya bertanya, tadi pagi dia sarapan apa. Dia akan menjawab, “hmmm… telur,” sambil mengangkat alisnya keatas.

Begitu terus sampai beberapa lama. Hingga pada suatu saat saya menemukan suatu topik yang cukup tepat untuk kami perbincangkan. Di luar dugaan saya, ternyata Angel sangat antusias ketika kami berbicara tentang kondisi Indonesia hari ini. Dia memberikan argumen-argumen yang sangat baik. Dia merekam dengan baik informasi-informasi yang dia dapatkan di televisi, koran, ataupun media internet yang pernah dia baca, lihat, dan dengar. Waktu 20 menit untuk istirahat pun terasa begitu singkat saat itu. Kami berdua terhanyut dalam diskusi yang menggelorakan semangat kami.

Kemudian setelah itu, komunikasi kami jadi lancar. Kami bicara apa saja yang ingin kami ketahui. Hingga pada suatu saat, saya bertanya padanya, mengapa dia jarang berbicara. Angel mengungkapkan beberapa hal :
1. Dia takut, orang yang diajaknya berbicara tak akan mengerti apa yang dia katakan.
2. Dia takut, orang yang diajaknya berbicara tidak satu ide dengannya.
3. Dia takut, orang yang diajaknya berbicara akan marah kepadanya.

Ketakutan-ketakutan itu, bisa jadi menghinggapi anak-anak kita. Ketakutan-ketakutan itu, juga bisa menghinggapi diri kita sendiri yang sudah berumur ini.

Pada Angel, saya berusaha menyampaikan bahwa belum tentu orang yang kita ajak bicara itu seperti yang kita bayangkan. Belum tentu audiens kita itu tidak satu ide dengan kita. Dan belum tentu, kita akan ‘diserang’ orang yang kita ajak bicara. Yang penting, Angel harus berani mengungkapkan ide yang ada di kepala Angel. Soal apa pun itu. Apakah itu terkait pembelajaran, keseharian, agama, ataukah hal-hal yang lain yang ingin kita ketahui.

Soal respon orang, itu akan menjadi bahan evaluasi untuk diri kita sendiri. Misalnya, kalau orang itu marah, bisa jadi pemilihan bahasa kita kurang tepat. Kalau orang itu meminta kita mengulangi kalimat yang baru saja kita lontarkan, itu berarti susunan kalimat kita tidak mudah dipahami. Atau saat orang mengemukakan ide lain, artinya orang itu belum sepakat fengan ide yang kita miliki.

Reaksi dari orang disekitar kita itu akan menjadi bahan tersendiri bagi kita untuk belajar. Belajar untuk peka, belajar untuk berempati, belajar untuk menguatkan argumen, dan seterusnya.

Untung saja, Angel ini memiliki kemamouan analisa yang baik. Sehingga ketika saya menyampaikan hal diatas, dia manggut-manggut tanda mengerti.

Dan sekarang, perkembangan Angel cukup memuaskan. Beberapa kali, ketika giliran bertaujih di depan teman-temannya, Angel mampu menyampaikan idenya. Meskipun masih sedikit terbata. Ketika berdebat dalam Debate Contess pun, Angel mampu memberikan argumentasi yang sangat baik.

Nah, Angel… Teruslah berpikir kritis. Memikirkan negara ini sejak usiamu masih sangat belia, itu adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Dan, jangan takut untuk menyampaikan ide-ide hebatmu itu. Kami semua menyayangimu.

***
..:: LaiQ ::..
Sidoarjo, 20 Mei 2013
15:53

Blom diedit

10 tanggapan untuk “Angel si Pendiam

    1. Guru itu harus multi tallent, mbak Tin.
      Ya pengajar, pendidik, teman, orang tua, kakak, psikolog, dan juga perawat.

      Yang 1, Nia namanya. Bukan tugas saya untuk menangani kasusnya. Hehe

      Suka

  1. memamng menghadapi si pendiam itu gampang2 susah, tapi saya punya saran coba perhatikan si pendiam dengan seksama pasti ada salah satu dalam kepribadiannya yang bisa kita ambil untuk mengadakan pendekatan/ diajak curhat insyaallah dia akan mau terbuka, tapi awas hati2 jangan sampai tersinggung karena kalau terjadi dia tidak akan mau merespon kita tks

    Suka

Monggo bagi yang ingin menambahkan komentar