Kencan Hari Minggu di Sekolah


Weit… Judulnya provokatif banget ya? Hahay…

Ceritanya, hari ini saya dan para guru SMPIT Insan Kamil Sidoarjo, diharuskan masuk sekolah. Walaupun ada 2 orang yang absen, itu tak menyurutkan niat kami untuk menggunakan hari Minggu dengan tetap bekerja. Kami ber-8 ditambah 2 orang OB, meramaikan SMPIT Insan kamil di hari Minggu yang sepi ini.

Ada alasan mengapa kami harus datang hari ini. Ya… Besok pihak Diknas Sidoarjo akan berkunjung untuk melakukan verifikasi data terkait perijinan sekolah. Maklum… Sekolah baru. Masih belum punya NISN. Meski demikian, kami bersyukur karena animo masyarakat dengan ‘kehadiran’ sekolah kami di tengah mereka cukup tinggi. Terbukti, tahun ini jumlah siswa kami bertambah dari jumlah siswa tahun lalu.

Nah, terkait kedatangan Diknas, maka kami diberi tugas oleh kepala sekolah sesuai dengan ranah keahlian masing-masing. Sebenarnya tugas utama saya adalah mengurus kebutuhan kelas, yang memang tanggung jawab saya sebagai wali kelas. Tapi saya juga diberi amanah lain, yakni mengurus mading (majalah dinding) dan juga pertamanan. It’s ok, karena saya sudah menyiapkan konsepnya sejak lama.

Setelah mencuci segunung pakaian dan menyetrika beberapa helai baju, saya berangkat dari rumah pukul 07.30. Saya tidak langsung ke sekolah karena saya harus mengambil berkas Bimbingan Konseling ke rumah Ustadzah Heni Widyanigsih di Rewwin (Waru).

Perjalanan PP memakan waktu 1 jam 40 menit. Waktu yang cukup lama memang, karena saya mampir beli makanan khas Jawa Timur, Semanggi, di daerah Rewwin. Setiba di sekolah, saya langsung membenahi kelas. Papan pengumuman, papan data kelas, meja komputer, meja guru, loker siswa, loker guru, dan perpustakaan mini, semua saya rapikan. Jika ada kekurangan, saya segera meminta waka sarana atau bagian tata usaha untuk memenuhi kebutuhan kelas saya.

image
Ruang Kelas VII - 2

Tak terasa waktu Dzuhur pun tiba. Artinya, perut juga minta diisi. Syukurlah, kelas sudah dalam keadaan ‘beres’. Setelah sholat dan makan siang, saya kembali melanjutkan tugas saya yang berhubungan dengan pertamanan. Saya buang beberapa tanaman yang layu. Saya pindahkan beberapa tanamam ke pot yang susai dengan bentuknya yang sudah mulai besar. Kemudian saya menata ulang tanaman-tanaman itu agar lebih indah di pandang.

150 menit tak terasa saya telah berkutat dengan tanah, pupuk, sekam, pot, dan tanaman. Adzan Ashar mulai berkumandang. Pak Narto, OB yang membantu saya merapikan tanaman-tanaman yang sudah saya pindahkan ke pot-pot tadi ,minta izin untuk sholat.

Dan taman yang saya rancang, jadi sekitar pukul 15.20. Legaaaa rasanya. Eit… Tapi tak seringan itu, kawan. Sebab… setelah saya menyudahi petualangan saya dengan tanaman-tanaman tadi, saya merasakan gatal yang luar biasa hebat di tangan saya. Seketika itu saya berlari ke kantor untuk memeriksa ada apa dengan tangan saya.

Ternyata…. ada bercak kemerahan dan bentol-bentol di tangan saya. Serem banget ngeliatnya. Mungkin saya terkena sesuatu saat tadi saya bergumul dengan tanah. Kata teman-teman, mungkin kena ulat atau getah tanaman. Saat itu juga saya ijin untuk pulang.

Sesampainya di rumah, saya mandi dan menuliskan ini.

###

Ada yang menarik dari kehadiran kami hari Minggu ini ke sekolah. Teman saya, Ustadzah Ani Qotul Uhbah membawa serta keluarganya untuk ikut serta berhari Minggu. Ada mas Fatih, dek Luthfi, dan suami Ustadzah Aniq. Mereka terlihat sangat kompak.

Ustadzah Aniq, begitu panggilannya, bukan tidak sibuk lho… Justru dia orang yang paling sibuk setelah kepala sekolah. Karena Ustadzah Aniq menjabat sebagai Waka Kurikulum. Sebuah jabatan yang ‘berat’ untuk penentuan masa depan sekolah.

Ustadzah Aniq, bergantian dengan suaminya mengasuh anak-anaknya yang masih balita. Saat dek Luthfi mau tidur, Ustadzah Aniq sigap mengambil dek Luthfi dari gendongan suaminya, sedangkan suaminya ‘mengambil’ perhatian Mas Fatih. Saat dek Luthfi sudah tidur, Ustadzah Aniq memberikannya kepada suaminya, dan ‘main’ lagi dengan mas Fatih sambil tetap bekerja. Begitu seterusnya. Sebuah ‘kencan’ suami istri yang indah di sekolah.

Ustadzah Aniq, dan juga ustadz/ustadzah yang lain, saya yakin tidak pernah berpikir bahwa ini adalah sebuah ‘eksploitasi’. Jujur. Banyak yang bertanya kepada saya pribadi mengapa saya harus ke sekolah di hari Minggu. Hari Minggu koq kerja? Gak ada hari lain apa? Dibayar gak? Koq mau-maunya gak ‘dibayar’ upah lembur karena masuk sekolah? Kenapa gak dipersiapkan dari kemarin-kemarin, agar tak usah masuk sekolah di hari Minggu? Hari Minggu kan hari keluarga, tapi kenapa masih kerja? Dan seterusnya… dan seterusnya…

Yah… Begitulah… Teman-teman saya disini yakin, bahwa ini adalah bagian dari sebuah perjuangan. Perjuangan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang profesional. Sebuah perjuangan yang tak hanya berharap keduniawian.

Ada goal yang ingin kami capai dengan setiap lelah kami, setiap menit kami, dan setiap pikiran kami. Ada harapan yang jauh lebih tinggi daripada sekadar mendapatkan duniawi. Sebab kami yakin, hidup hanya sementara. Dan kehidupan setelah kematian adalah sebuah kebenaran yang nyata. Untuk itulah, kami berlelah-lelah hari ini.

Nah… Hari ini, kami sudah optimal menyiapkan segala fasilitas guna melengkapi kebutuhan verifikasi perijinan sekolah. Kami berharap, besok verifikasi berjalan lancar sehingga NISN bisa segera kami dapatkan. Agar tahun depan bisa segera ikut akreditasi. Aamiin…

***
..:: LaiQ ::..
06 Oktober 2013
17:27

1 day 1 post,  failed

Posted from WordPress for Android

4 tanggapan untuk “Kencan Hari Minggu di Sekolah

Monggo bagi yang ingin menambahkan komentar